Powered By Blogger

welcome

welcome di website pribadi ALFI ASYURA
zwani.com myspace graphic comments




e-mail : alfi_aja1989@yahoo.co.id atau alfi.asyura@gmail.com
friendster : alfi89@gmail.com




anda boleh membaca blog ini dan mengcopy nya..selamat membaca..

Minggu, 30 November 2008

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA DI DUNIA PENDIDIKAN

Bahasa Indonesia merupakan bahasa Nasional,salah satu fungsi dari bahasa Indonesia adalah sebagai alat pemersatu antara berbagai penduduk Indonesia yang multikultural,dalam hal ini Bahasa Indonesia merupakan alat yang sangat penting dalam mencapai sebuah tujuan.


Sama halnya dengan bahasa Asing, bahasa Indonesia juga menjadi alat sebagai media komunikasi di bidang apapun karena dengan berkomunikasi orang bisa mengetahui kondisi sekitarnya,baik itu kondisi Sosial,Budaya,Politik,Ekonomi,pendididikan dan lain-lain.


Sebagai alat pemersatu antara kebudayaan yang beranekaragam di Indonesia,maka penduduk Indonesia sangat dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia sejak usia pendidikan dasar,karena sejauh ini pendidikan dasar merupakan tingkatan pemula yang bertujuan membagun pondasi ilmu dan tentunya dalam pendidikan dasar Bahasa Indonesia sangat besar pengaruhnya terutama di dunia pendidikan.


Jika Ditinjau dari kajian historis,Sejarah Nasional membuktikan bahwa dahulunya sebelum lahirnya Pergerakan Nasional dan Sumpah Pemuda bangsa Indonesia menggunakan bahasa daerah dan bahasa Kolonial Belanda sebagai alat komunikasi waktu itu,mengingat karena kurangnya sumber daya manusia,menyebabkan kurangnya kesadaran bangsa akan arti pendidikan,namun setelah Sumpah Pemuda dideklarasikan sampai dengan perginya Jepang dari tanah air Ejaan Bahasa Indonesia itu mengalami perobahan dan akirnya disempurnakan atau yang kita kenal sekarang dengan EYD,setelah dibentuknya undang-undang pendidikan mengenai kurikulum,maka sejak kurikulum 1989 dan tahun 1994 bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam seluruh bidang studi pendidikan nasional,tentunya pondasi ini bermula pada pendidikan dasar.


Hal ini memiliki keterkaitan estafet dalam dunia pendidikan secara umum,terutama dalam jenjang Pendidikan Menengah Pertama sampai kepada Pendidikan Menengah Atas.Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa formal dalam dunia pendidikan nasional ,bahkan sampai keperguruan tinggi yang orientasinya lebih menjurus kepada pengembangan ilmu,melihat kepada peranan mahasiswa dalam mendapatkan ilmu dengan berbagai tugas dalam bentuk karya ilmiah.


Tidak hanya di dunia pendidikan nasional,di dunia pendidikan internasionalpun Bahasa Indonesia memiliki andil yang cukup besar,hal ini dibuktikan adanya 45 negara yang ada mengajarkan bahasa Indonesia, seperti
Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, dan banyak negara lainnya, di
Australia bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat. Ada sekitar
500 sekolah mengajarkan bahasa Indonesia. Bahkan, anak-anak kelas 6
sekolah dasar ada yang bisa berbahasa Indonesia,hal ini di sampaikan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Departemen Luar
Negeri
yang mengemukakan hal itu ketika tampil pada pleno
Kongres IX Bahasa Indonesia, yang membahas Bahasa Indonesia sebagai
Media Diplomasi dalam Membangun Citra Indonesia di Dunia
Internasional
.

Hal ini bererti bahwa bahasa Indonesia dan pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan satu sama lain,karena apabila seseorang berbicara dalan konteks dunia pendidikan,secara tidak langsung juga berbicara bahasa Indonesia.

Pancasila Sebagai panduan nilai dan pedoman bersama

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara


Melaksanakan pancasila dan undang-undang dasar 1945 secara murni dan konsekwen adalah pokok cita-cita orde baru, karena pada hakekatnya merupakan inti pokok sejarah bangsa Indonesia yang kita proklamasikan dan tegakkan serta kita pertahankan sepanjang masa, dari masa kemasa sejarah bangsa dan Negara, tapak demi setapak semakin mantap sikap kita terhadap pancasila, kenyataan seperti ini disampaikan oleh presiden soeharto dalam pidato kenegaraan hari kemerdekaan RI yang ke-30,menegaskan bahwa: kunci pokok keberhasilan kita bersumber pada kebulatan tekad dan kesetiaan pada dasar kita ,cita-cita dan tujuan kemerdekaan nasional yang secara padat tersimpul dalam pancasila dan undang-undang dasar ’45 ia sekaligus memberikan kegairahan hidup dan kepercayaan akan adanya hari esok lebih baik

Rasanya cukup banyak saat kesempatan di mana presiden suharto tidak hanya sekedar menekankan pentingnya pancasila, tidak hanya sekedar mengajak mendalami dan menghayati nya, akan tetapi juga menjelaskannya dan memaparkan pandangan-pandangan serta keyakinannya sendiri tentang pancasila itu, sebagaimana kita ketahui tidak sedikti masalah yang telah timbul berkenaan dengan pancasila ini dan kita juga mengetahui setiap permasalahan sekitar pancasila tersebut pada hakekatnya adalah masalah yang fundamental dalam arti langsung berkenaan dengan akar dan pondasi dari ekstensi Negara dan masyarakat Indonesia

Maka tidak mengherankan apabila presiden suharto sebagai seorang yang telah terlibat di didalam perjuangan dan mempertahankan Negara ini, dan bahkan selanjutnya memimpin proses jalannya sejarah Negara ini, pancasila merupakan pusat perhatian nya, sebagai prajurit ia terlibat dengan perjuangan dan pertempuran untuk menegakkan Negara kesatuan repuplik Indonesia dan mempertahankan Indonesia dan mempertahan pancasila serta undang-undang dasar 1954, sebagai pemimpin orde baru ia tampil dengan tekad menyelamatkan pancasila dan undang-undang dasar 1945 dari situasi gawat, meluruskan pelaksanannya ,dan sebagai kepala Negara ia juga berusaha keras mewujudkan masyarakat pancasila melalui usaha pembangunan

Pancasila pertama kali di perkenalkan dalam persidangan BPUPKI (badan penyidik Usaha-Usaha Negara periapan kemerdekaan Indonesia) oleh soekarno seorang pemimpin pergerakan nasional pada tanggal 1 juni 1945, di dasari semangat mempersatukan bangsa Indonesia yang luas dan majmuk, tidak lah berlebihan jika dikatakan lahirnya pancasila merupakan sejarah sukses bangsa Indonesia dalam merefleksikan kemajmukan secara damai dan beradab

Sebagai sebuah konsensus nasional, pancasila merupakan sebuah pandangan hidup yang terbuka dan bersifat dinamis, sifat ketebukaan pancasila dapat dilihat dari muatan pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai ke-indonesiaan yang majmuk dan nilai yang bersifat universal, universalitas pancasila dapat dilihat pada semangat ketuhanan (sila pertama);kemanusiaan , keadilan dan keadaban (sila kedua); keadilan social (sila kelima) dan sekaligus ke-indonesiaan (persatuan Indonesia) dan semangat gotong royong (sila keempat)

Pembahasan

Pancasila menurut tata bahasa berarti lima dasar, panca berarti lima, sedangkan sila berarti lima dasar, kelima prinsip itu sebenarnya telah berakar dalam jiwa dan kalbu rakyat indonesia sejak berabad-abad, sebagaimana yang di tunjukan oleh ketetapan MPR No II/MPR/1979 pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar Negara indonesia, sebenar nya pancasila dalam kehidupan berbangsa nilai perjuangan bersama bangsa Indonesia, indonesia boleh saja bangsa yang majmuk, beragam ideologi organisasi, juga penduduk nya memeluk agama yang berbeda tapi pandangan tehadap negara dalam kehidupan berbangsa di satukan oleh pancasila, yang merangkum keinginan bangsa yang majmuk itu, Notonagroho mengatakan “ memang dalam hal pancasila kita seharusnya mementingkan kedudukan dan sifat kesamaan dan kesatuan kita bersama, di mana kita menjauhkan diri dari perbedaan dan pertentangan yang tentu ada di antara kita, akan tetapi hendaknya adanya perbedaan dan pertentangan itu kita sadari sebagai suatu hal yang menjadi bawaan kita sebagai manusia pribadi, sebagai makhluk, dan karena itu sebaiknya kita anggap sebagai hal yang biasa”

Pancasila yang merupakan pandangan hidup yang telah berakar dalam kepribadian bangsa, ia di terima sebagai dasar negara yang mengatur ketatanegaraan, hal itu tampak dalam sejarah meskipun di tuangkan dalam rumusan yang berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam mukaddimah konstitusi repuplik Indonesia serikat 1949, dan dalam mukaddimah UUD sementara repuplik Indonesia 1950, pancasila tetap tercantum di dalam nya, pancasila yang selalu di kukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap ekstensi bangsa kita merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang selalu di kehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kerohanian negara, di kehendaki oleh seluruh rakyar Indonesia, kerena sebenarnya telah tertanam dalam kalbu rakyat, dan ia juga merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh indonesia,

Dalam ketetapan MPR NO XX/MPRS/1966 di tegaskan, bahwa pancasila sebagai sumber dari segala hukum (sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim dan ilmu pengetahuan hukum) dan bahkan dalam ketetapn MPR No XX/MPRS/1966 antara lain di jelaskan pembukaan undang-undang 1945 tidak bisa di rubah oleh siapapun termasuk juga MPR hasil pemilihan umum, yang berdasarkan pasal 3 dan 37 UUD berwenang menetapkan dan mengubah pembukaan UDD itu, mengubah pembukaan UUD 1945 berarti pembubaran negara proklamasi, sedang pancasila di cantumkan dalam pembukaan UUD 1945

Mengingat pancasila yang sifat nya fundamental, pada masa orde baru telah diadakan penyeragaman tafsir atau kesatuan tafsir terhadap pancasila yang seharusnya merupakan pandangan hidup bulat dari seluruh bangsa Indonesia,sebagaimana ajakan presiden suharto, ia mengatakan “…saya mengajak masyarakat luas, untuk memikirkan dan mengusahakan rumusan-rumusan penjabaran pancasila itu yang sederhana, mudah dimengerti sehingga mudah dihayati dan diamalkan oleh rakyat Indonesia…”(pidato kenegaraan 6-8-1975) ,maka dapatlah juga di hindarkan penafsiran pancasila yang beraneka ragam menurut selera dan kepentingan pribadi atau golongan, juga dapat dapat di hindari penggunaan yang salah dari pancasila ia hanya sebagai cantolan untuk kepentingan ideologi golongan seperti dalam masa “nasakom” di zaman orde lama

Pancasila sebenarnya bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang, di matangkan oleh sejarah perjuangan bangsa kita sendiri, melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, di ilhami oleh ide besar dunia dengan berakar pada kepribadian bangsa kita sendiri dan ide besar bangsa kita sendiri, Bakri syahid dalam buku nya ideologi negara pancasila menjelaskan, ia mengatakan pada tahun 1950-1960 indonesia mengalami penertiban kedalam sesudah pengakuan kedaulatan, timbul pola-pola pemikiran baru yang ingin merombak dasar dan tujuan negara ,baik dengan cara parlemnter maupun dengan pemberontakan, baik dengan terbuka maupun gerakan bawah tanah

Indonesia sebagai bangsa yang besar , dengan penduduk yang majmuk, dengan basis ideology yang beaneka ragam, agar berdiri kokoh dan mengetahui kearah mana tujuan yang hendak ingin di capai, sebagaimana yang di ungkapkan Burhanuddin salam bahwa pancasila adalah pandangan hidup (falsafah hidup), menjadi tolak ukur dalam menghadapi segala persoalan yang berkaitan dengan berbangsa dan bernegara, karena dengan pandangan hidup yang jelas suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi social , budaya tanpa pandangan hidup yang jelas suatu bangsa akan mudah terombang-ambing oleh ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar, menurut Burhanudin salam bahwa pancasila juga mengandung filsafat relegius, menurutnya ada dua sebab :

  1. Pancasila sebagai dasar negara yang fundamental, norma yang berlaku dalam tata kehidupan bangsa dan negara RI
  2. Sebagaiman ajaran filsafat, pancasila berpangkal atas kepercayaan (percaya kepada tuhan Yang Maha Esa) dengan segala konsekwensinya

Dalam buku nya Notonagroho, di sana di paparkan, di Universitas Gajah mada setelah diadakan penelitian, menurut rumus dari pengurus Senat Universitas di dalam menilai dasar sistem negara kita Indonesia ini, di katakan :

Petama :Apabila dinilai secara ilmiah merupakan suatu system yang analistis- sintesis, yaitu rapi dalam perincian nya dan merupakan kesatuan yang utuh, merupakan suatu system yang harmonis, bulat , tanggal, dengan kata lain perkataan bernilai tinggi

Kedua : Di tinjau dari sudut kebatinan, adalah suatu buku kudus keajaiban pikir dan jiwa bangsa Indonesia, sehingga yang paling sesuai dan tepat bagi pribadi bangsa Indonesia

Ketiga : Di lihat dari sudut bersama antara negara-negara, memungkinkan negara Indonesia mempunyai hakekat, sifat bentuk, dan susunan yang tersendiri, sehingga memberikan kedudukan tersendiri yang di luar pihak manapun juga

Notonagroho mengomentari “ hasil penelitian demikian itu memungkinkan penelitian dan penilian yang objektif terhadap arah dan haluan perjalanan kehidupan negara kita, hasil penelitian yang demikian itu, lebih dari pada itu, dapat di pergunakan sebagai dasar atau pegangan objektif, yang tiada lain akan memperkuat segala sesuatunya dan bermanfaat ,kita masih ingat bahwa dasar kita yang tertinggi ialah pembukaan undang-undang Dasar 1945, penjelmaan dari proklamasi kemerdekaan kita, disinilah terdapat ketentuan tentang tujuan negara kita, tujuan nasional dan tujuan internasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesai dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Bedasarkan keterangan di atas, bahwa pancasila merupakan dasar negara yang dinamis, logis, dan humanis, tidak diskriminatif, nilai-nilai nya sesuai dengan semangat islam, seperti dalam sila pertama berdasarkan tuhan yang maha esa, yang mana arti esa itu sendiri adalah tunggal (ahad), sehingga dengan kehadiran pancasila dan undang-undang 1945 tidak bisa terlepas dari para pejuang islam, dan memang para pendiri bangsa ini (founding father) mayoritas beragama islam, pahlawan proklamator kita beragama islam, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 , di sana di bunyikan dengan rahmat allah yang maha esa….

Kita bangsa Indonesia dalam memahami pancasila sebagai dasar negara kita, sebagaimana telah di jelaskan sebelum nya , kita tidak bisa melepaskan dari semangat perjuangan pendiri bangsa kita, apa sebenarnya yang diinginkan para pendiri bangsa dengan memilih pancasila sebagai dasar negara, Indonesia yang mayoritas penduduk nya beragama islam, latar belakang yang berbeda, baik ethis maupun budaya, maka ketika ada seseorang atau kelompok tertentu dalam memahami dari segi yang lain, maka akan terlihat ketimpangan dan kejanggalan, ketempangan itu akan terus belanjut, sehingga selalu terjadi beragam penafsiran dan bahkan penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila itu sendiri, jangan sampai kita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar kehilangan jati diri terhadap bangsa kita(confused nation)

Kenyataan prakteknya di lapangan, jauh dari yang harapan para pendiri bangsa, yang seharus nya menjadi pemersatu, tetapi justru menjadi perdebadan yang tak berujung ,sebagaimana yang di ungkapkan oleh ketua mahkama konstitusi jimly Assidiqie “meski konstitusi kita menjamin akan perlakuan yang adil, yang sama, yang fair terhadap semua komunitas beragama,tetapi dalam praktek kehidupan nyata masih terdapat perlakuan yang bertentangan dengan itu “hal itu karena pandangan yang berbeda terhadap pancasila, pancasila dalam pandangan umat beragama hakikatnya hanya sebatas dasar yang mengatur hubungan antara warga negara dalam ketatanegaraan, tidak akan mencampuri permasalahan intren agama, karena hal itu perlu, sebab tanpa ideologi yang merangkum pandangan berbagai ideologi, akan sulit untuk menjalankan pemerintahan, karena masing-masing akan berfikir subjektif , dalam praktek pengamalan agama tetap menjalan ajaran agamanya sesuai dengan tuntunan agamanya, karena nilai-nilai luhur yang berada pada batang tubuh pancasila yang sebenar nya di anjurkan oleh agama nya itu

Jimly Assididiqiedi dalam pidatonya menyamapikan,di indonesia antara agama dan negara tidak ada masalah jika di bandingkan dengan pengalaman di banyak negara lain seperti di turki pemisahan antara agama dan negara tampak begitu jelas dan rigid, simbol keagamaan di jauhkan dari simbol kegamaan, istri perdana mentri yang memakai jilbab tidak boleh masuk istana, di negara kita tidak memisahkan antara agama dan negara seperti di turki, namun negara masih punya kepentingan untuk tumbuhnya komunitas-komunitas beragama secara tersendiri dalam rangka membangun kualitas kolektif, di negara kita toleransi beragama menjadi perhatian, untuk mencegah agar tidak timbulnya konflik antara agama

Ketimpangan akan tetap terjadi dalam memahami pancasila sebagai dasar negara indonesia, karena bangsa Indonesia yang majmuk, keragaman cara pandang akan tetap muncul seputar itu, kenapa tidak ? kaca mata yang kita gunakan justru berbeda, kita masih ingat perjuangan Muhammad natsir terhadap pancasila, dia sebagai ulama yang berasal Sumatera Barat yang paham dan mengerti tentang seluk beluk agama islam malah gencar memperjuangan pancasila sebagai pemersatu bangsa demi keutuhan NKRI (negara kesatuan repuplik Indonesia) , yang menjadi inti perjuangan nya adalah integrasi, persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, dia memikirkan kemashlahatan yang lebih besar untuk tidak terjadi disintegrasi di indonesia,begitu juga perjuangan para nasionalis muslim lainnya

Sebenarnya sebagai bangsa yang berjiwa besar kita mesti selalu arif dalam menyikapi persoalan negara dan kehidupan berbangsa , apalagi persoalan yang menyangkut konflik antar agama, bagaimana kita bisa meredam agar tidak menjadi suatu konflik yang merugikan berbagai pihak, sebagaimana kita ketahui bahwa perbedaan itu mutlak akan terjadi ,kita tidak bisa mengelakkannya karena ia merupakan sunnatullah,oleh karena itu kita hanya bisa berusaha menimalisir konflik dan sebab-sebab yang akan dapat menimbulkan konflik, agama dapat melaksanakan segala aktifitas keagamaan tanpa di kekang oleh pihak manapun,dan juga kita umat islam, kita di jamin oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam pasal 29 ayat 1 dan 2

Tentunya kita masih ingat sejarah nya lahir piagam madinah atau konstitusi madinah, konstitusi yang di bentuk awal masa klasik islam (622M) merupakan aturan pokok tata kehidupan bersama di madinah yang di huni oleh bermacam kelompok dan golongan : yahudi, kristen, islam dan lainnya, konstitusi yang berisikan tentang tolerasi umat beragama, meskipun hidup berdampingan dengan orang yang berlainan agama namun tetap bisa hidup , rukun dan damai, konstitusi madinah merupakan konstitusi pertama di dunia yang memuat konstitusi modren dan telah mendahului konstitusi-konstitusi lainya di dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia

Pancasila adalah capaian demokrasi paling penting yang di hasilkan oleh pendiri bangsa (founding father) Indonesia, pancasila tidak lain merupakan sebuah konsensus nasional bangsa Indonesia yang majmuk, pancasila merupakan bingkai kemajumakan bangsa Indonesia seperti piagam madinah bagi masyarakat muslim di masa nabi Muhammad atau magna charta bagi masyarakat barat, pancasila lahir sebagai sumbu bertemunya beragam pandangan, dalam konteks ini pancasila merupakan symbol persatuan dan kesatuan Indonesia dimana pertemuan nila-nilai (shared values) dan pandangan ideology (shared ideas) terpaut dalam sebuah titik pertemuan yang menjadi landasan bersama (common platform) dalam kehidupan sebagai sebuah bangsa[19], sebagai bangsa yang berjiwa besar mampu menjadikan pancasila sebagai kacamata analisa berbagai persolan yang muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Sebagai karya luhur anak bangsa, pancasila selayaknya di tempatkan secara terhormat dalam khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara bangs indonesia, posisinya sebagai panduan nilai dan pedoman bersama (common plafrom) untuk mewujudkan tujuan atau kesejahteraan bersama bangsa indonesia, pancasila tidak bisa di gantikan oleh pandangan-pandangan sektarian manapun, yang berpotensi mengancam keutuhan indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara kesatuan



Refleksi Sejarah Mahasiswa

Organisasi mahasiswa adalah wadah khusus bagi para mahasiswa sebagai tempat proses pembelajaran dan pendidikan yang diperoleh melalui program kegiatan yang digelar baik secara formal maupun non formal. Organisasi formal mahasiswa sejak dulu hingga hari ini telah membagi perannya berdasarkan konsep trias-politica dalam membentuk pemerintahan mahasiswa. Struktur organisasi mahasiswa terbagi berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing, legislatif-yudikatif (DPM/MPM Universitas dan Fakultas, Musma-Mubes-Sidang Istimewa) dan eksekutif (BEM Universitas, BEM Fakultas, dan Himpunan Mahasiswa). Sedangkan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) lebih berperan sebagai apresiasi dan kegiatan minat bakat mahasiswa termasuk dalam struktur BEM, atau hanya sebatas koordinasi saja.

Mungkin yang belum ada hingga saat ini adalah otonomi khusus terlepas dari struktur dominan, hanya sebatas pada wilayah kesetaraan koordinasi, konsultasi, serta transparansi-akuntabilitas dengan pihak rektorat dan dekanat. Dengan demikian seorang Presiden Mahasiswa sejajar dengan Rektor bertanggung-jawab pada wilayahnya masing-masing.

Reformasi 1998, 9 (sembilan) tahun lalu peran mahasiswa sangatlah besar sebagai kaum revolusioner-pelopor pendobrak rezim kemapanan (status quo) orde baru, tetapi lupa membangun dan memberikan conten (isi) jawaban masalah bangsa ini selanjutnya dan mengambil alih kepemimpinan (setidaknya orang muda yang diperhitungkan ditingkat nasional).

Para aktivis dimasa lalu banyak berkiprah dimasa awal reformasi, mereka terjun diberbagai bidang dan profesi diluar kampus, tetapi lupa melakukan regenerasi, kaderisasi, serta membangun sistem yang lebih demokratis dan bertanggung-jawab. Bahkan tidak ingat lagi, bagaimana dahulu para mahasiswa dikerdilkan melalui depolitisasi kampus sejak tahun 74-78, melalui sistem yang sangat menindas di masa orde baru dan mengalami banyak pembiasan hingga hari ini.

Dimasa orde lama organisasi mahasiswa ekstra kampus (HMI-GMNI-PMKRI-PMII, dsb) sangat ditakuti Soekarno.Ketika Soekarno jatuh oleh salah satu kekuatan mahasiswa tersebut dan berebut pengaruh diwilayah elit rejim baru, maka terjadilah pergeseran posisi yaitu; aspirasi politik mahasiswa berpindah pada organisasi intra kampus, yang relatif lebih independen dari politik aliran ideology dan vested interest dengan partai politik tertentu.

Sementara itu realitas social yang terjadi diluar kampus, politik sebagai panglima telah digantikan dengan rejim yang menghendaki stabilitas ekonomi, politik, bahkan social – budaya masyarakat, sehingga mengalami penetrasi sangat keras mengikuti kehendak sentralisasi rejim Soeharto, ABRI, Golkar, dan Birokrasi.

Kekayaan sumber daya alam kita yang kaya dengan bahan tambang bernilai adalah sebagai jaminannya untuk mendapatkan hutang bantuan luar negeri (sekitar 1500 trilyun, data 1999), dan membelah system ekonomi Pancasila dengan kapitalisme serta modernism, juga segelintir elit seputar Istana Cendana yang menguasai akses ekonomi tersebut. Dimulailah babak baru rejim yang sangat berkuasa penuh, dengan kroni tanpa kompetisi sehat, menguasai semua lini kehidupan masyarakat.

Mahasiswa bergerak dan menangis sebagai martir, jatuh pada kekuatan intervensi militer dan akhirnya Dewan Mahasiswa dibubarkan. Era 70-an adalah masa pergolakan pemikiran dan pertempuran terakhir masa itu, bahkan orang yang tersisa sebagai demonstran dan pemikir intelektual, Soe Hok Gie dan Ahmad Wahib sebelum meninggal dunia.

Peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari) akhirnya telah membuat Soeharto berang dan cemas terhadap kekuatan mahasiswa, sehingga melalui tangan besi militer dan menteri pendidikan membungkam suara mahasiswa melalui; Surat Keputusan Depolitisasi kampus SK. No. 028/1978, Tentang Hapuskan Hak-Hak Politik Mahasiswa, Keputusan Kopkamtib No. Skep.02/Kopkam/ 1978, Tentang Pembekuan Dewan Mahasiswa, Pemberlakuan NKK-BKK No. 0156/u/ 1978, SK. NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus)-BKK (Badan Koordinasi Kampus) No. 0457/m/1990, SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi) bertanggung-jawab pada rektor.

Sejak itu pewarisan budaya organisasi yang sehat dan independen (bukan hanya masalah politik) telah diputuskan hingga saat ini. Maka pupuslah sudah mahasiswa dengan jargon mithosnya sebagai jagoan agent of change (agen perubahan), moral-force (kekuatan moral), social-control (penjaga masyarakat), digantikan budaya baru yang sangat parah, bahkan menjadi penjilat kekuasaan, tukang lobi dan kolusi, sekalipun berjuang untuk mendapatkan haknya sendiri. Mahasiswa diam dan membeo terhadap rejim berkuasa Soeharto. Kondisi ini berlangsung cukup lama hampir 10 tahun lebih, terjadi diwilayah institusi pendidikan. Ketidak-berdayaan dan ketakutan sangat mencekam masa itu dengan operasi kekuatan militer yang mampu memporak-porandakan kampus. Pengendalian yang sangat ekstra ketat untuk kegiatan mahasiswa diluar saja, harus wajib lapor pada dinas sospol

Tenda Darurat Organisasi Non Formal dan Pers Mahasiswa

Organisasi non formal lahir ketika diawali dari kesadaran kritis terjalin sangat intens dikalangan para aktivis mahasiswa. Bagi yang tidak puas dengan lembaga formal para aktivis gerakan mahasiswa itu mendirikan organisasi non formal dan bekerjasama dengan organisasi pers mahasiswa. Seringkali mereka melakukan diskusi dan aksi melalui pertemuan formal dan non formal dimimbar bebas, dan tempat-tempat lain pada masa itu.

Sejarah berulang tahun kembali, organisasi intra kampus tidak lagi diminati mahasiswa mahzab progresif. Kalaupun duduk dalam kepengurusan hanya dalam rangka siasat memanfaatkan fasilitas untuk perjuangan. Begitupula organisasi kader yang selama itu tenggelam, seperti HMI-GMNI-PMKRI-GMKI,dsb. berjalan sebagai proses pembelajaran yang efektif, dan berperan lebih banyak diwilayah penempaan cultural Intelektual, serta melakukan aksi moral-ideologis sangat besar seperti pada tahun 1993 misalnya, hapuskan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) bersama organisasi lainnya.

Kegelisahan sebagai orang muda akhirnya tidak dapat dibendung lagi, jatuhlah rejim Soeharto pada tahun 1998 meninggalkan jejak luka dan masalah yang sangat berat dan akut. Warisan hutang, korupsi, pelanggaran HAM, dosa partai politik dan militer, kebijakan politik, dan ekonomi sebelumnya, disintegrasi bangsa diberbagai daerah, seperti bom waktu yang akhirnya siap meledak.


Reposisi Mahasiswa dan "tukak" Reformasi

Apakah yang akan terjadi jika reformasi sebagian besar diisi oleh orang-orang orde baru? Maka hasilnya adalah agenda reformasi jalan di tempat dan berjalan tersendat-sendat. Terbukti kemudian perubahan paradigma hanyalah janjji kosong belaka, belum begitu banyak perubahan signifikan yang berarti untuk rakyat. Banyak sebab yang sangat kompleks dan latar belakang hal ini terjadi. Selain itu juga disebabkan oleh gerakan radikal yang kehilangan pengaruh.

Pergeseran eskalasi masalah jelas terjadi, dahulu musuh bersama dibangun untuk meruntuhkan kekuatan rejim Soeharto, kini kita menghadapi diri kita dan kawan sendiri. Dahulu kita sibuk dengan masalah yang berada ditingkat pusat, kini kita juga sibuk berat dengan masalah yang kemudian merembes ditingkat daerah. Bukan main !!!

Dampak demokrasi liberal, masalah korupsi dan penegakan hukum, sector ekonomi yang tidak lagi berpihak pada rakyat, kebijakan anggaran publik dan birokrasi, dsb., jika diurai satu persatu amat sangat panjang dan membutuhkan analisa serta penjelasan sangat detail, begitu pula solusi cerdas yang dapat menjadi obat mujarab bagi rakyat. Itupun masih harus dikaji dan seringkali terjadi perdebatan yang melelahkan.

Menghidupkan kembali elan spirit organisasi mahasiswa dimasa lalu seperti Dewan Mahasiswa artinya, melakukan percepatan pendewasaan dan kemandirian, juga tujuan organisasi. Bukan berarti hanya sekedar memanfaatkannya sebagai alat untuk mengumpulkan massa (matchforming) belaka, tetapi manifestasi sebagai insan intelektual dan akademis yang bertanggung jawab dan cerdas.

5 (lima) hal yang harus diambil dan dipetik dari Pemerintahan Mahasiswa (Student Government) tersebut adalah; 1. pemilu raya mahasiswa, 2. independensi organisasi mahasiswa, 3. pemerintahan mahasiswa yang baik dan bersih (good and clean student government), 4. otoritas dana kemahasiswaan, 5. keterbukaan dan bertanggung jawab (transparancy and acuntability).

Inilah substansi dari adanya Pemerintahan Mahasiswa, tentu setiap langkah membutuhkan adanya solusi yang sama, saling menguntungkan, juga menghilangkan perbedaan, dan kecurigaan diantara para aktivis. Seperti misalnya ketika dimasa lalu dibeberapa kampus, bagaimana UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan SMPT/ SEMA bersiteru sangat keras mendapatkan proporsi jatah dana kemahasiswaan, dan secara struktur hanya sebatas garis koordinasi saja (akibat NKK-BKK, mungkin pragmatisme, kecurigaan,otonomi, profesionalitas, dsb).

Hal ini juga disebabkan tidak transparannya dana kemahasiswaan yang dikelola oleh pihak rektorat- dekanat dan system yang dibangun tersebut diatas, akhirnya berujung merugikan kedua lembaga mahasiswa tersebut. Karena tarik menarik kepentingan ego sektarian, berakibat tidak pernah bersatunya para mahasiswa dan organisasi mahasiswa intra kampus yang sehat. Jadi sangat wajar, jika di UI dan UPI peran dan fungsi PR 3 dan PD 3 seperti dimasa lalu sudah dihapuskan (dibubarkan).

Dana turun semuanya (block grand) lebih tepat sebagai upaya memberdayakan dan belajar bertanggung-jawab dengan alokasi dana yang telah ada. Maka, sudah saatnya dana kemahasiswaan dikelola oleh mahasiswa dipertanggung-jawabkan kepada mahasiswa, dan diawasi secara bersama pada periode kepengurusan berakhir.

Jalinan organisasi yang dibangun secara structural hendaknya dipahami sebagai bagian tubuh yang utuh tidak berjalan sendiri-sendiri, apalagi didasari kepentingan tertentu. BEM Universitas, Fakultas, Himpunan misalnya, garis komando mestilah jelas dan jangan melanggar kesepakatan yang telah disepakati bersama, serta harus mampu menghilangkan vested interest perbedaan kepentingan ideology masing-masing aktivis diluar organisasi intra kampus. Jernih, logis, dan ilmiah dalam koridor yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Masalah konflik lainnya diluar AD/ART, hendaknya diselesaikan pula menggunakan cara penyelesaian rekonsiliasi (musyawarah), negosiasi, mediasi, arbitrase, dan pengadilan, jika dibutuhkan untuk mencegah dampak lainnya. Dapat meminta bantuan lembaga yang setara seperti rektorat, jika diminta.

Program kegiatan mahasiswa harus lebih berakar pada kebutuhan serta misi-visi sesuai dengan tujuan organisasinya, serta tidak mengambil kegiatan yang sama. DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) Fakultas misalnya, harus mampu menjadi jembatan aspirasi dan jaringan (network) antar kelas dikalangan mahasiswa serta lembaga legislative yang mengawasi, juga meminta laporan pertanggung jawaban BEM, begitupula DPM universitas. Himpunan mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuannya diberdayakan dengan atmosphere akademis yang kondusif, sementara BEM Fakultas menyoal kebijakan strategis dan politis, yang mestilah mumpuni mengambil keputusan.

Begitupula seorang Presiden Mahasiswa BEM dengan para menterinya ditingkat pusat mampu menjadi jembatan lintas aspirasi antar fakultas dan mencermati kondisi real yang terjadi didalam, serta eksternal kampus, juga mengambil kebijakan yang tepat dan telah diperhitungkan secara matang. Saya sangat berharap sekali sejak dulu seorang Presma memiliki wibawa yang sama dengan seorang Rektor.

DPM dan MPM (Majelis Perwakilan Mahasiswa) sebagai lembaga legislatif ditangan andalah aspirasi mahasiswa, mengawasi, dan menerima laporan pertanggung jawaban BEM dibuktikan melalui Musma, Mubes, bahkan Sidang Istimewa. Untuk UKM sebagai organisasi minat dan bakat mahasiswa, teruslah berkarya dengan segala upaya dan kemampuan, serta kreativitas yang dimiliki.

Forum Komunikasi UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang umumnya dibangun sejajar dengan BEM hendaknya mampu menjadi forum yang dapat membantu akses lancarnya kebutuhan kegiatan mahasiswa, dan hendaknya juga tidak begitu alergi dengan realitas sosial dan politik yang terjadi, harus saling sinergis ! Jika seperti Dewan Mahasiswa dimasa lalu, mungkin sudah dibawah garis komando seorang Presma.

Di Untirta sendiri adanya struktur baru seperti KBM (Keluarga Besar Mahasiswa) selama ini cukup bagus sebagai wadah keluarga besar yang mencoba menjadi perekat ikatan emosional para aktivis dan permasalahan yang ada diseputar kampus, bahkan menjadi penyelenggara kegiatan besar seperti PSA-OPSPEK kampus dan kegiatan lainnya. Tetapi suatu saat dimasa datang akan menyulitkan peran BEM/DPM/MPM Universitas jika bertabrakan, jadi mesti diatur dengan mekanisme peraturan yang jelas.

Demikian sedikit yang saya pahami mengenai organisasi intra kampus, juga tanpa mengurangi peran dari komunitas lain yang berperan cukup besar bagi dunia kampus kita. Sebagai penutup kurang lebihnya mohon maaf, bila ada yang kurang berkenan. Wassalam. Hidup Mahasiswa! Salam Revolusi !

Dari kutipan Lagu Totalitas Perjuangan di atas seolah ingin memberi tahu kita bahwasanya sejarah berbagai negara biasanya berbesar hati telah mengabadikan peran-peran signifikan gerakan mahasiswa dalam berbagai momentum besar negara tersebut. Namun faktanya, tak sedikit sejarah yang menjadikannya tak mampu menangkap gelora semangat, gelombang antusiasme dan aura idealisme yang menyertai pergerakannya yang monumental. Sungguh merupakan suatu niatan yang mulia dan sudah menjadi tugas mahasiswa sebagai agent of change di negeri yang sedang belajar berdemokrasi ini. Sejarah telah membuktikan bahwa gerakan mahasiswa merupakan kekuatan politik yang cukup diperhitungkan di negeri ini. Bukan apa, mahasiswa dengan kekuatan moralnya telah terbukti menjadi kekuatan berpengaruh sejak zaman pra kemerdekaan, revolusi, hingga reformasi.

Kini gejala menarik seputar pergerakan mahasiswa yang terekspos media massa belakangan ini adalah fragmentasi gerakan mahasiswa. Mahasiswa yang selama ini sebagai agen perubahan sosial yang independen dan nonpartisan, menjadi terpecah bahkan lumpuh gerakannya, karena terjerembab pada sikap keberpihakan dan tergiur tawaran-tawaran manis politik praktis,". Jika itu terjadi, gerakan mahasiswa berubah dari oposisi menjadi jalinan hubungan kerjasama, dari independen menjadi patronase. Selain itu, dari kritis menjadi apologis, dari idealis menjadi pragmatis dan dari integral menjadi terpecah. Kini mahasiswa cenderung terjebak berpikir pragmatis parsial dan tidak komprehensif. Sehingga yang terjadi, sebagian ikut meramaikan aksi mendukung atau menolak kandidat tertentu, ada yang bersikap moderat dan netral, dan ada yang bersikap ekstrem menolak pemilu dengan alasan-alasan tertentu pula. Sekalipun tampak terpecah, sesungguhnya terdapat persamaan pandangan mengenai kondisi bangsa dalam perspektif kekinian maupun masa depan.

Para aktivis mahasiswa satu suara dalam menuntut perubahan kehidupan bangsa pada kondisi yang lebih baik. Hal ini memang sudah sewajarnya karena senyatanya perubahan inilah yang menjadi tujuan reformasi dan demokratisasi. Bagi mahasiswa dengan segudang idealismenya, mencapai sebuah kemajuan tidak mengenal kata akhir. Untuk itu, sikap kritis dan ketidakpuasan terhadap sistem yang ada harus selalu melekat pada diri mahasiswa. Dengan sikap tersebut sama artinya mahasiswa telah menempatkan diri sebagai oposisi nonstruktural yang bisa mendatangkan manfaat bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan jika sikap oposisi ini dilakukan secara bersama-sama, pasti bisa mendatangkan kekuatan berlipat ganda untuk mempercepat perbaikan bangsa. Itulah idealnya…

Sayangnya, dari sekian juta mahasiswa di Indonesia, tidak banyak yang bergerak ideal, hanya sedikit. Kesan mahasiswa sebagai kekuatan solid dan inklusif, lambat laun mengalami metamorpose seiring dengan perkembangan jaman dan terancam berubah elitis dan kurang mengakar pada masyarakatnya.

Intelektual harus mampu memandang sesuatu secara luas dengan melihat interelasi berbagai persoalan dalam merumuskan konsep dan aksi penyelesaian. Kemampuan seperti ini oleh sebagian pengamat yang notabene mantan aktivis, dinilai semakin berkurang. Sikap ini melahirkan sikap-sikap turunan seperti, merasa benar sendiri, kebiasaan mengeneralisasi sesuatu dengan mudah, bahkan ada yang secara naif memersepsikan aktivis hanya dengan mengetahui cara demonstrasi, berintrik, berkolaborasi, dan berkonspirasi. Sikap-sikap seperti ini tidak akan menghadirkan nilai positif bagi pergerakan mahasiswa ke depan, bahkan bisa merendahkan level kultur politik yang dimilikinya.

Gelar intelektual sejati sudah di ujung tanduk, kecuali mahasiswa melakukan perubahan. Para aktivis yang memiliki level kultur politik lebih tinggi, mau tidak mau harus menjelmakan diri menjadi golongan creative minority (karena jumlahnya memang tidak banyak) dan melakukan pencerahan terus-menerus. Mereka harus mampu berkomunikasi dengan masyarakatnya agar terbimbing dan tidak jatuh ke dalam kebutaan politik yang lebih parah. Mereka harus bicara dan hadir di setiap kesempatan untuk memperbaiki situasi. Jika hal ini terjadi, pergerakan mahasiswa akan kembali bersemi

Tugas inti kita sekarang, bagaimana mengoptimalkan keseluruhan peran dan fungsi kita sebagai mahasiswa. Fungsi yang dimaksud adalah fungsi intelektual akademisi, fungsi cadangan masa depan (iron stock), fungsi agen perubah (agent of change), dll. Kata kuncinya adalah menjadi pembelajar sejati, sehingga mahasiswa mampu memiliki kedewasaan yang jauh meninggalkan umurnya dan pandangan-pandangan yang jauh meninggalkan zamannya. Agar kita senantiasa siap memenuhi panggilan kehidupan untuk menoreh sejarah kepahlawanan sebagai pemimpin sejati!



Mahasiswa Kontemporer

Dalam kehidupan bangsa Indonesia, pergerakan mahasiswa telah menjadi sebuah kekuatan dalam menyonsong perubahan. Hal ini dapat kita lihat bila kita mengingat pergerakan mahasiswa pada tahun 1965-1966 ketika berhasil menuntut pembubaran PKI yang akhirnya membuat pemerintahan Soekarno jatuh dan selanjutnya digantikan oleh pemerintahan Soeharto. Pada awalnya Soeharto mengijinkan adanya gerakan dari mahasiswa namun sejak peristiwa malari, Soeharto mengeluarkan perturan yang melarang gerakan mahasiswa keluar dari kampus. Mulai saat itu setiap kebijakan Soeharto menjadi sulit untuk diawasi oleh mahasiswa bahkan Soeharto cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat koersif seperti yang dilakukan oleh Soeharto lewat kekuatan militer. Contohnya adalah ketika ABRI melakukan pemukulan terhadap mahasiswi UI ketika Jendral A.H Nasution berpidato di kampus UI salemba pada tahun 1980. Pemerintahan orde baru yang otoriter terus terjadi hingga akhirnya pada tahun 1998, pemerintahan Soeharto dengan orde baru-nya berhasil digulingkan oleh mahasiswa setelah terjadi kerusuhan masal dan terjangan badai krisis ekonomi. Amien Rais berpendapat “mahasiswa sudah sampai ambang batas kesabaran melihat terlalu senjangnya apa yang didengar dengan yang dilihat. Mereka mendengar slogan-slogan bagus dai petinggi di negeri ini tentang pemerintahan yang bersih dan berwibawa, kepedulian terhadap rakyat. Namun, kenyataannya, bertentangan dengan apa yang terjadi. Mereka melihat pamer kemewahan dari para petinggi. Ini bertentangan dengan harapan-harapan mereka. Karena itu harus dilakukan rekonstruksi mental supaya kemunafikan itu bisa dikikis.

Sejarah telah membuktikan bahwa pergerakan mahasiswa berhasil membawa kehidupan yang lebih baik termasuk saat merubah orde lama ke orde baru dan saat membawa orde baru ke zaman reformasi. Namun hal ini yang menjadi ironi ketika para mahasiswa angkatan 1966 dan 1998 harus gugur dalam unjuk rasa dalam melakukan perjuangan untuk membawa bangsa Indonesia yang lebih baik tetapi di satu sisi lain pergerakan mahasiswa setelah berhasil menggulingkan Soeharto, secara kualitas dan kuantitas mengalami penurunan. Pergerakan mahasiswa saat ini seperti hanya menjalankan sebuah rutinitas dan terperangkap dalam romantisme pergerakan masa lalu.

Pengertian mengenai pergerakan mahasiswa hanya sebagai rutinitas adalah pergerakan mahasiswa saat ini seperti ingin mencoba mengikuti pergerakan mahasiswa sebelumnya tanpa memiliki ruh yang jelas dalam visi, misi, maupun platform gerakan. Pergerakan mahasiswa saat ini hanya seperti pergerakan yang didorong atas dorongan ingin melanjutkan rutinitas dari pergerakan mahasiswa masa lalu. Hal tersebut berdampak pada mandulnya pergerakan mahasiswa dalam melakukan berbagai advokasi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pergerakan mahasiswa terperangkat pada jargon mahasiswa sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat, tanpa mengetahui kondisi real dari masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Hal tersebut menjadi ironi karena kita menjadi penghubung diantara dua “benda” yang tidak kita ketahui karakteristiknya. Keadaan tersebut justru pada akhirnya menurunkan kredibilitas dari pergerakan mahasiswa. Menurunya kredibilitas dari pergerakan mahasiswa dapat kita lihat dari berbagai opini yang ada di masyarakat dalam melihat pergerakan mahasiswa. Pergerakan mahasiswa hanya dipandang sebagai sebuah elemen dekonstruktif dalam pembentukan sistem negara Indonesia.

Pergerakan mahasiswa juga terlalu terperangkap pada romantisme pergerakan mahasiswa masa lalu. Walaupun harus kita akui bahwa pergerakan mahasiswa pada masa-masa lalu memberikan inspirasi dalam pergerakan mahasiswa saat ini, namun tidak dapat kita pungkiri bahwa romantisme pergerakan tersebut membuat pergerakan mahasiswa menjadi tumpul. Paradigma yang muncul dari beberapa aktivis mahasiswa saat ini adalah kekuatan masif dan aksi demonstrasi akan dapat efektif dalam melakukan advokasi seperti pada masa-masa yang lalu ketika berhasil menggulingkan Suharto. Namun, menurut saya, paradigma tersebut yang seharusnya sedikit dikoreksi. Senjata dari pergerakan mahasiswa jangan hanya dari kekuatan masif dan aksi di jalan seperti yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun 66 maupun 98 ketika mampu menumbangkan rezim, tetapi kita juga harus mencari alternatif senjata lain dalam melakukan sebauh advokasi. Analogi yang cocok adalah :

“Pada masa-masa sebelum tahun 1945, bangsa Indonesia dapat melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan hanya menggunakan bambu runcing. Namun, apakah Indonesia mampu melakukan perlawan terhadap penjajah saat ini (sebagai contoh AS, sebagai negara dengan militer terkuat) hanya dengan bambu runcing ketika penjajah menggunakan WMD? Walaupun pada masa lalu bangsa Indonesia mampu melakukan perlawanan terhadap penjajah hanya dengan bambu runcing, apakah hal tersebut tetap realistis pada masa kini ketika teknologi militer sudah berkembang dengan pesat?

Esensi dari analogi diatas adalah dalam melakukan perlawan, kita harus melihat kondisi kontemporer di lapangan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan “bambu runcing” (walaupun itu terbukti berhasil di masa lalu) ketika kita menghadapi “WMD”. Hal tersebut yang membuat kita harus keluar dari strait jacket romatisme pergerakan mahasiswa di masa yang lalu. Kita harus membuka mata bahwa kondisi di masa lalu berbeda dengan kondisi di saat ini. Hal tersebut membuat perlu adanya sebuah pemberdayaan instrumen-instrumen lain dalam pergerakan mahasiswa. Justru ketika kita tetap terus menggunakan aksi jalan sebagai senjata pamungkas kita,[2] maka yang terjadi adalah masyarakat akan antipati dengan kita. Ketika kita merubah paradigma bahwa “aksi pamungkas” adalah aksi di jalan, kita mungkin akan dapat lebih berharap akan adanya sebuah perbaikan di negara ini yang semakin terpuruk.


Kondisi Masyarakat dan Pemerintah Saat Ini.

Kondisi masyarakat dalam orientasi politik praktis mengalami perubahan setelah jatuhnya rezim Suharto atau tepatnya ketika reformasi mulai bergulir di bumi nusantara. Pada awal masa reformasi terjadi beberapa perubahan yang membuat banyak orang berpendapat bahwa Indonesia menjadi lebih domokratis, dimana muncul partai-partai baru dan sebagainya. Memang, munculnya partai-partai baru tersebut membuat Indonesia lebih demokratis karena salah satu syarat demokrasi adalah adanya partai politik. Selain itu banyak yang berpendapat bahwa kehidupan Indonesia pada awal masa reformasi memperlihatkan sebuah kehidupan yang demokratis hal itu terlihat pada fenomena saat itu seperti adanya kebesan pers dan kebebasan mendirikan partai, berjalannya sistem cek and balances, dan terselengaranya pemilu yang dapat dikatakan berjalan demokratis.

Namun, penulis beranggapan bahwa kehidupan demokrasi yang terjadi di Indonesia adalah sebuah demokrasi semu yang tidak lebih dari sebuah omong kosong. Hal itu disebabkan karena demokrasi tidak disertai dengan terpenuhinya hak dasar warga negara yaitu hak ekonomi sosial budaya dan hak sipol secara sinergis. Padahal demokrasi menjamin hak-hak setiap manusia. Sehingga seharusnya hak sipol dapat berjalan sinergis dengan hak ekosob. Namun yang terjadi hak sipol berjalan sendirian tanpa adanya pemenuhan hak ekosob. Hal tersebut juga pada akhirnya akan membuat hak sipol tidak dapat berjalan. Bentuk seperti ini dapat kita lihat pada kehidupan politik saat ini, dimana banyaknya money politic. Menurut penulis hal itu terjadi karena tidak adanya pemenuhan hak ekosob. Rakyat yang lapar karena tidak terpenuhnya hak ekosob dengan mudahnya dimobilisasi oleh partai tertentu dengan imbalan uang. Gejala tersebut menjadi hal yang lumrah pada masa kini yang disebabkan karena tidak adanya pemenuhan yang sinergis dari hak sipol dan hak ekosob. Sehingga demokrasi yang berlangsung di Indonesia saat ini adalah sebuah demokrasi yang semu. Demokrasi di Indonesia hanya terlihat indah dari luar namun di dalamnya kehidupan demokrasi di Indonesia masih jauh dari yang kita harapkan dimana berlangsungnya kehidupan yang sangat demokratis. Tidak semua rakyat Indonesia merasakan kehidupan politik yang demokratis.

Efek yang ditimbulkan dari demokrasi semu tersebut dapat kita lihat dari kecilnya kesadaran politik. Fakta itu kita dapat kita rasakan ketika jumlah golput pada pilkada DKI hampir melebihi jumlah suara yang didapat oleh pasangan yang memenangkan pilkada yaitu pasangan Fauzi Bowo-Priyanto. Fakta terbaru dapat kita lihat dari pilkada Bekasi dan Tangerang dimana kondisinya hampir sama dengan pilkada Gubernur Jakarta yang minim akan partisipasi politik. Walaupun di daerah, jumlah golput tidak sebesar di perkotaan, tetapi siapa yang dapat menjamin bahwa mereka yang menggunakan suaranya pada pilkada di daerah, benar-benar menggunakan suaranya karena hati nurani bukan karena iming-iming imbalan dan sebagainya, ketika demokrasi semu masih menyelimuti Indonesia. Kondisi menggelikan dari masyarakat juga dapat kita lihat dari pilkada Tangerang, dimana masyarakat hanya memilih calon hanya karena calon tersebut pernah populer sebagai artis walaupun calon tersebut tidak memiliki pengalaman politik yang cukup.

Pada titik ini saya tidak ingin mengupas masalah politik Indonesia. Tetapi yang penulis tekankan adalah, kondisi masyarakat dalam orientasi sosial-politik yang menurut penulis semakin tidak rasional. Hal tersebut merupakan akar dari kondisi sistem politik Indonesia saat ini yang membuat masyarakat semakin tidak rasional. Masyarakat tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah ketika perut dalam keadaan lapar. Poin penting saya adalah kita tidak dapat lagi mengandalkan masyarakat sebagai pendukung pergerakan mahasiswa. Bagaimana bisa memikirkan pergerakan mahasiswa, ketika perut dalam keadaan lapar. Hal tersebut jelas berbeda dengan kondisi dulu ketika pergerakan mahasiswa mendapat dukungan dari masyarakat. Saat ini justru, pergerakan mahasiswa berada pada titik yang rendah dalam pandangan masyarakat. Rendahnya pandangan masyarakat terhadap mahasiswa tidak hanya pada orang awam, tetapi ada juga mantan aktivis yang saat ini telah menjadi bagian secara langsung dengan masyarakat yang menilai rendah pergerakan mahasiswa. Seharusnya hal tersebut menjadi otokritik bagi pergerakan mahasiswa agar pergerakan mahasiswa menjadi lebih tajam dalam mengaspirasikan berbagai tuntutan masyarakat.

Kondisi pemerintah saat ini, dapat dikatakan telah salah orientasi. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang tidak jelas arahnya. Lebih dari itu, menurut saya, pemerintah saat ini adalah pemerintah patung yang sudah tuli dan buta terhadap berbagai kondisi real di masyarakat dan berbagai kritik yang datang dari masyarakat apalagi dari mahasiswa. Pemerintah sama sekali tidak merespon berbagai tuntutan mahasiswa yang ada. Kondisi pemerintah saat ini dapat saya katakan sebagai kondisi yang lambat laun akan menghancurkan pergerakan mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan pergerakan mahasiswa selalu merasa berada di atas angin karena adanya kebebasan menyalurkan pendapat, namun selalu minim respon dari pemerintah. Dengan kata lain, dengan kondisi dimana mahasiswa dapat dengan mudah menyalurkan pendapat, namun minim respon dari pemerintah yang buta dan tuli membuat pergerakan mahasiswa seolah-olah berada pada garis yang tepat padahal pergerakan mahasiswa sudah salah sasaran karena menghadapi pemerintah yang buta dan tuli. Kalau boleh dibandingkan dengan masa orde baru, maka kondisi pemerintah saat itu lebih menguntungkan pergerakan mahasiswa. Hal tersebut karena pemerintah masih sakit hati ketika di kritik oleh mahasiswa walaupun keran pergerakan mahasiswa sangatlah minim. Walaupun pada akhirnya pemerintah merasa sakit hati dengan kritik mahasiswa yang berujung pada dihentikannya berbagai aktifitas mahasiswa, namun hal tersebut pada akhirnya akan membawa pergerakan mahasiswa kepada tujuan utama yaitu mengembalikan kebenaran. Kondisi tidak menguntungkan terjadi pada masa kini. Walaupun kita bisa saja dapat melakukan aksi masif sebesar mungkin dan kapan-pun dan dimana-pun, namun ketika pemerintahnya patung atau tuli, maka hal tersebut akan menjadi sia-sia. Kondisi tersebut jelas merugikan perkembangan pergerakan mahasiswa. Saya meramalkan bahwa ketika kondisi seperti ini terus terjadi dan pergerakan mahasiswa hanya menggunakan senjata “lama” maka kita tidak akan pernah menemukan jalan keluar permasalahan bangsa. Bahkan pergerakan mahasiswa akan habis termakan waktu dan pragmatisme neo-liberal.

FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Sedangkan Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman.

Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.

EPISTEMOLOGI

Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara ‘alim (subjek) dan ma’lum (objek). Atau dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Bila Kumpulan pengetahuan yang benar/episteme/diklasifikasi, disusun sitematis dengan metode yang benar dapat menjadi epistemologi. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali kebenarannya.

Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:

1. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu.

2. Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan

makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat

juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Dalam epistemologi akan

dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi

ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan. Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan

ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan

demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan

pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.

Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.

ONTOLOGI

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di pahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.

Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.

Dengan demikian Ontologi Ilmu (dimensi ontologi Ilmu) adalah Ilmu yang mengkaji wujud (being) dalam perspektif ilmu — ontologi ilmu dapat dimaknai sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek materil ke-Ilmuan, konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah secara kritis dalam ontologi ilmu.

Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.

AKSIOLOGI

n Axios = Nilai (Value)

n Logi = Ilmu

n Axiologi adalah ilmu yang mengkaji tentang nilai-nilai.

Axiologi (teori tentang nilai) sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahu manusia

Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?

Dengan demikian Aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normative dalam penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu (Wibisono, 2001).