Powered By Blogger

welcome

welcome di website pribadi ALFI ASYURA
zwani.com myspace graphic comments




e-mail : alfi_aja1989@yahoo.co.id atau alfi.asyura@gmail.com
friendster : alfi89@gmail.com




anda boleh membaca blog ini dan mengcopy nya..selamat membaca..

Jumat, 23 Januari 2009

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM



ARTI LAMBANG HMI

1. Bentuk huruf alif: sebagai huruf hidup, melambangkan rasa optimisme bagi kelangsungan hidup HMI pada masa depan
2. Huruf alif merupakan angka 1 (satu): simbol kehidupan ber-Tauhid (perasaan ber-Ketuhanan, sebagai dasar / dan semangat HMI
3. Bentuk perisai: lambang kepeloporan HMI
4. Bentuk jantung: sebagai pusat kehidupan manusia, melambangkan fungsi perkaderan HMI
5. Bentuk pena: melambangkan HMI organisasi mahasiswa yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
6. Gambar bulan bintang: lambang kejayaan umat Islam seluruh dunia


INDEPENDENSI HMI

Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini maka tidak ada suatu investasi yang lebih besar dan lebih berarti dari pada investasi manusia (human investment). Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir tujuan, bahwa investasi manusia kemudian akan dihasilkan HMI adalah manusia yang berkualitas ilmu dan iman yang mampu melaksanakan tugas-tugas manusia yang akan menjamin adanya suatu kehidupan yang sejahtera material dan spiritual adil makmur serta bahagia.
Fungsi kekaderan HMI dengan tujuan terbinanya manusia yang berilmu, beriman dan berperikemanusiaan seperti tersebut di atas maka setiap anggota HMI dimasa datang akan menduduki jabatan dan fungsi pimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.
Oleh karena itu hari depan HMI adalah luas dan gemilang sesuai status fungsi dan perannya dimasa kini dan masa mendatang menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.
Dengan sifat dan garis independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif pada masa yang akan datang.
PERAN KADER HMI
Upaya memposiskan dan menguatkan peran kita sebagai mahasiswa dan kader HMI adalah untuk bergerak bersama dalam melawan neoliberalisme, yang mana paham ini telah merajalela di negeri ini. Sehingga aspek sosial, budaya, ekonomi, politik telah menjadi doktrin baru bagi para penggerak dan pengambil segala kebijakan Negara dan menjadi pangkal persoalan serta penderitaan rakyat Indonesia selama puluhan tahun.

Paham neoliberalisme dan para kroninya di Indonesia telah mengkampanyekan keterlibatan dan peran besarnya dalam menentukan arah pembangunan ekonomi bangsa Indonesia, dan ini menjadi penyebab keterpurukan ekonomi Indonesia dengan taktik selalu menguasai lahan-lahan penghidupan rakyat, sehingga menyebabkan bertambahnya penderitaan rakyat dan semakin ambruknya kebijakan pemerintah. Disamping itu keterpurukan ekonomi Indonesia juga disebabkan pada miss management, atau penerapan strategi pembangunan. Audrinof Chaniago dalam buku" Gagalnya Pembangunan (2001)" mengungkapkan bahwa selain karena perilaku pemimpin yang tidak accountable, akar persoalan yang menimbulkan persoalan keterpurukan ekonomi Indonesia adalah pada strategi pembangunan itu sendiri. Strategi/model pembangunan yang mengutamakan akumulasi kapital secara cepat tanpa mewaspadai potensi ancaman dari rezim modal interasi yang ternyata meluluhlantahkan perekonomian, sosial, politik Indonesia. Strategi itu berubah kehancuran, karena selain para pembuat kebijakan tidak sadar akan struktur ekonomi yang semakin rapuh, pemerintah juga sangat patuh kepada nasehat lembaga-lembaga Internasional yang mengatas namakan kepentingan ekonomi pasar bebas yang mana adalah paham kapitalisme glogal dan neoleberalisme.

Kerajaan ekonomi dunia yang dikuasai Amerika Serikat masih tetap eksis dan bertahan walaupun dengan keterbatasan sumber yang dimiliki. Karena prinsi-prinsip dan prilaku sosial, ekonomi dan politik selalu memandang manusia beserta seluruh aspek-aspeknyalah sebagai satu-satunya homo economicus dan menetapkannya sebagai model yang mendasari tindakan relasi manusia yang tentunya mengutamakan kebebasan untuk mengadakan berbagai tindakan , yang tidak dapat melihat realitas sosial.

Berbagai dampaknya adalah krisis perdamaian dunia, yang ditandai dengan peperangan antar negara. Negara-negara kecil diporak-porandakan dengan misi tertentu, agresi militer Israel terhadap Palestina dan Libanon yang ditopang oleh Negara adikuasa. Begitu pula dengan perjanjian dan kebijaksanaan ekonomi politik Indonesia yang tidak bisa lepas dari intervensi asing yang mempunyai kepentingan, memecah umat islam sehingga memunculkan kelompok-kelompok islam tertentu seperti moderat, liberal, cultural, radikal, fundamentalis dsb. Kelompok-kelompok islam yang mendukung dan mengusung ideologi liberal, kapitalis dimunculkan sebagai islam yang benar, islam yang sesungguhnya dan islam yang demokratis.

Mahasiswa dan gerakan adalah sebuah komponen yang tidak bisa dipisahkan karena disamping mahasiswa sebagai agen/elit intelektual, agen perubahan sekaligus yang mampu mengkonsepsikan bagaimana membangun gerakan perubahan bangsa dari keterpurukan dan dapat memberikan pengaruh besar terhadap problematika sosial. Kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) harus menjadi penggerak untuk mengimplementasikan fungsi dan peran himpunan dalam mereposisi serta menguatkan peran mahasiswa melawan neoliberalisme yang membuat kita tidak bisa tinggal diam.

Kader pejuang HMI haruslah menyadari bahwa tujuan HMI sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan harus mampu menempatkan posisinya sebagai pejuang golongan orang lemah dan menguatkan pergerakannya dalam melawan segala paham yang bernuansa liberal, yang dapat menghancurkan masyarakat dan merusak aspek-aspek sosial, budaya dan ekonbomi serta politik bangsa Indonesia

DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Pada kadarnya masing-masing, setiap mahluk termasuk manusia, telah memiliki kepercayaan yang berupa kesadaran akan prinsip-prinsip dasar (yang niscaya lagi rasional –prima-principia) yang diketahui secara intuitif (common sense) serta menjadi kepercayaan utama setiap makhluk tersebut sebelum ia merespon segala sesuatu di luar dirinya. Bagi manusia, dengan bekal ini dia memiliki potensi untuk mengetahui dan mempercayai pengetahuan-pengetahuan baru melalui aktivitasnya yang khas yaitu; berpikir. Oleh karena itu, berpikir di sini di definisikan sebagai aktivitas manusia dalam upaya memecahkan masalah-masalah dengan modal prinsip-prinsip pengetahuan sebelumnya.
Memiliki sebuah kepercayaan yang benar, yang selanjutnya melahirkan tata nilai, adalah sebuah kemestian bagi perjalanan hidup manusia, karena kepercayaan yang salah hanya akan mengakibatkan kesesatan. Pada hakikatnya, manusia yang tidak peduli untuk berkepercayaan benar serta manusia yang berkepercayaan benar namun direalisasikan dengan cara yang salah akan dekat dengan kesesatan, sedangkan manusia yang berkepercayaan salah bahkan tersesat hidupnya. Sehingga hanya kepercayaan yang benar serta direalisasikan dengan cara yang benar pula yang tidak akan pernah menyesatkan dan akan menggiring hidup manusia pada kesempurnaan. Di sinilah manusia di tuntut untuk menelaah kembali secara objektif sendi-sendi kepercayaannya dengan segala potensi yang dimilkinya.
Kajian yang mendalam tentang kepercayaan sebagai sebuah konsep teoritis akan melahirkan sebuah kesadaran bahwa manusia adalah maujud yang mempunyai hasrat dan cita-cita untuk menggapai kebenaran dan kesempurnaan mutlak (bukan nisbi). Artinya, ia mencari Zat Yang Maha Tinggi dan Mahasempurna (Al-Haqq).
Ada berbagai macam pandangan yang menjelaskan tentang ketiadaan kebenaran dan kesempurnaan mutlak (Zat yang Maha Sempurna) tersebut, sehingga mereka menganggap bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya (kebetulan) dan tidak ada yang mengadakannya seperti pandangan materealisme dan shopisme serta berbagai turunannya. Namun, metafisika Islam dengan prima-principia sebagai prinsip dasar dalam berpikir, mampu menyelesaikan perdebatan itu dengan penjelasan Kemutlakan Wujud (“Ada”) -nya, dimana Wujud adalah sesuatu yang jelas keberadaannya dan tunggal, karena selain keberadaan adalah ketiadaan sehingga apabila ada sesuatu selain “Ada” maka itu adalah “ketiadaan” dan itu adalah mustahil karena ketiadaan tidak memiliki keberadaan dalam realitas.
Manusia (yang terbatas, tidak sempurna dan butuh bergantung pada yang Sempurna) memerlukan sebuah sistem nilai yang sempurna dan tidak terbatas sebagai sandaran dan pedoman hidupnya. Sistem nilai tersebut harus berasal dari ke-Ada-an-Nya (Zat Yang Maha Sempurna) yang segala atribut-Nya berbeda dengan seluruh mahluk. Konsekuensi akan kebutuhan asasi manusia pada sosok Mahasempurna ini menegaskan bahwa sesuatau itu harus dapat dijelaskan oleh argumentasi-argumentasi rasional, terbuka, dan tidak doktriner. Sehingga, semua lapisan intelektual manusia tidak ada yang sanggup menolak eksistensi-Nya.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa Sang Mahasempurna itu diklaim oleh berbagai "lembaga" kepercayaan (agama) di dunia ini dengan berbagai istilah, bentuk serta konsep mereka masing-masing. Simbol-simbol agama yang berbeda satu sama lain tersebut menyiratkan secara tersurat beberapa kemungkinan: (1) semua agama itu benar, (2) semua agama itu salah atau (3) hanya ada satu agama yang benar.
Agama-agama yang berbeda mustahil memiliki sosok Mahasempurna yang sama, walau memiliki kesamaan etimologis dalam penyebutan-Nya. Sebab, bila sosok tersebut sama, maka agama-agama itu identik. Namun, kenyataan sosiologis menyebutkan adanya perbedaan pada masing-masing agama. Demikian pula, menilai semua agama itu salah adalah mustahil, sebab bertentangan dengan prinsip kebergantungan manusia pada sesuatu yang Maha Sempurna. Maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya hanya ada satu agama yang benar. Dengan argumentasi tersebut, manusia diantarkan pada konsekwensi memilih dan mengikuti agama yang telah terbukti secara rasional dan argumentatif.
Diantara berbagai dalil dan slogan keagamaan yang dapat diajukan, membicarakan konsepsi keberadaan Tuhan adalah hal yang paling prinsipil. Keberadaan dan perbedaan tiap-tiap agama satu dengan yang lainnya di tentukan oleh konsep tentang sosok "Tuhan" tersebut. Namun yang pasti, sebagaimana konsepsi rasionalitas akal manusia akan meyatakan bahwa ciri-ciri keberadaan Tuhan sebagai pencipta (khaliq) berbeda dengan ciri-ciri khas manusia atau mahluk lainnya yang diciptakan (makhluq). Bila manusia adalah maujud tidak sempurna, bermateri, tersusun, terbatas, terinderai, dan bergantung, maka Tuhan adalah Zat yang Maha Sempurna, immateri, tidak tersusun, sederhana, tidak terdiri dari bagian-bagian, tidak terinderai secara material, dan tunggal (Esa/Ahad). Dialah Tuhan yang sebenar-benarnya sebagai Zat yang pertama sekaligus yang penghabisan, yang dhohir (jelas bagi akal) dan yang batin (tersembunyi dari indra).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa manusia dengan potensi akalnya dapat mengetahui ciri-ciri umum Tuhan, namun mustahil dapat mengetahui materi (essensi) Zat-Nya. Manusia yang mengklaim dapat menjangkau zat Tuhan, sesungguhnya telah membatasi Tuhan dengan Rasionya (reason). Segala sesuatu yang terbatas, pasti bukan Tuhan. Ketika manusia menyebut "Dia Maha Besar." Sesungguhnya Ia lebih besar dari seluruh konsepsi manusia tentang kebesaran-Nya. Berdasarkan hal tersebut, potensialitas akal (Intelect) manusia dalam mengungkap hakikat zat-Nya menyiratkan bahwa pada dasarnya seluruh makhluk diciptakan-Nya sebagai manifestasi diri-Nya (inna lillahi) yang kemudian akan kembali kepada-Nya (wa inna ilaihi raaji’un) sebagai realisasi kerinduan akan keabadian, kesempurnaan dan kebahagiaan mutlak yang bersifat fitrawi dalam diri mahluk itu.
Keinginan manusia untuk merefleksikan ungkapan terima kasih (syukur) dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa menimbulkan kesadaran bahwa Ia Yang Maha Adil mesti membimbing umat manusia tentang cara yang benar dan pasti dalam berhubungan dengan-Nya. Pembimbingan Tuhan kepada setiap mahluk berjalan sesuai dengan kadar potensialitasnya dalam suatu cara perwujudan yang supra-rasional (wahyu) diberikan khusus kepada hamba-hamba-Nya yang Dia pilih yang memiliki ketinggian spritual.
Relasi konseptual tentang ke-Maha Bijaksanaan Tuhan untuk membimbing makhluk secara terus menerus di satu sisi dan kebutuhan abadi makhluk akan bimbingan-Nya di sisi yang lain, memestikan kehadiran seorang manusia pembimbing yang membawa dan menyampaikan risalah-Nya serta di tunjuk oleh Tuhan berdasarkan hak prerogatif-Nya di samping rasul yang dimaksud di sini adalah sosok manusia yang tercegah dari kesalahan sedikitpun (ma’sum). Sehingga dalam hal ini rasul adalah cerminan Tuhan di dunia. Kepatuhan dan kecintaan makhluk kepada mereka adalah niscaya. Pengingkaran kepada mereka identik dengan pengingkaran kepada Tuhan.
Bukti kebenaran rasul untuk manusia ditunjukkan pula oleh kejadian-kejadian kasat mata (empiris) yang luar biasa (mu’jizat) bagi orang-orang awam seperti tongkat dan sinar yang keluar dari tangan yang dianugrahkan kepada nabi Musa as., melunakkan besi untuk dibuat baju perang bagi nabi Daud as., menaklukkan angin dan mahluk lainnya serta mencairkan tembaga bagi nabi Sulaiman as. Dan lain sebagainya, maupun bukti-bukti rasional (mu’jizat bagi kalangan intelektual) seperti al-Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Yang dalam hal-hal tertentu mustahil dapat dilakukan oleh manusia yang lain meskipun dia mempelajarinya terlebih dahulu. Pemberian tanda istimewa kepada rasul akan semakin menambah keimanan seseorang. Di samping itu mu’jizat juga berfungsi sebagai bukti tambahan bagi siapa saja yang tidak mau beriman kepada Tuhan dan rasulnya-Nya, kecuali bila diperlihatkan kepadanya hal-hal yang luar biasa.
Kepatuhan dan keyakinan manusia kepada rasul melahirkan sikap percaya terhadap apa pun yang dikatakan dan diperintahkannya. Keyakinan tentang kitab suci (bacaan atau kumpulan firman Tuhan, disebut al-Quran) yang dibawanya adalah konsekuensi lanjutan. Di dalam kitab suci terdapat keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari alam sekitar dan manusia, sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin dapat diterima oleh pandangan saintifik-empiris manusia.
Konsep fitrah dan ‘rasio’ tentang Realitas Mutlak (Tuhan) yang Maha Esa (Tauhid) di atas adalah selaras dengan konsep teoritis tentang Tuhan dalam agama Islam yang diajarkan oleh nabi Muhammad saw. Atau yang disebut juga sebagai kalimat Persaksian (Syahadah) atau kalimat Tauhid yaitu; laa ilaaha illallaah artinya bahwa "tidak ada Tuhan yang benar kecuali Allah (jamak dari kata ilah) yang merupakan kebenaran Tunggal atau Esa sekaligus tempat bergantungnya segala sesuatu.
Kalimat Syahadat di atas juga mengandung makna bahwa kata "Tidak ada Tuhan" adalah berarti meniadakan (negasi) segala bentuk kepercayaan, sedangkan kata "Selain Allah" berarti pengecualian (konfirmasi) hanya pada satu kepercayaan yaitu Allah SWT. Sebagai Kebenaran Mutlak. Makna peniadaan di sini dimaksudkan agar manusia membebaskan diri dari berbagai belenggu kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan makna pengecualian di sini dimaksudkan agar manusia tunduk hanya pada kebenaran yang bermuara pada kebenaran mutlak yaitu Allah SWT. Dalam menetapkan dan memilih setiap nilai, baik etika maupun estetika, yang berlaku bagi kehidupannya. Sikap tunduk dan pasrah seperti inilah yang disebut Islam. Namun oleh karena konsepsi ini saja belum cukup bagi manusia dalam upaya mengapresiasi kepercayaannya sehingga, sebagaimana telah dijelaskan, kalimat kedua sebagai konsekwensi lanjutan dari kalimat yang pertama ini berbunyi: Muhammadar rasuulullaah artinya: bahwa "Muhammad adalah utusan Allah." Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya bahwa: Dia (Allah SWT.) telah menurunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (al–Qur’an) sebagai keterangan tentang sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang–orang muslim.
Manusia dalam melakukan proses pencarian kebenaran yang akhirnya akan mengantarkannya pada Kebenaran Mutlak (Allah SWT.) dapat ditempuh dengan berbagai jalan, baik filosofis, intuitif, ilmiah, historis, dan lain-lain dengan memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat Tuhan yang terdapat di dalam Kitab suci maupun di alam semesta ini. Konsukuensi selanjutnya setelah manusia melakukan pencarian kebenaran yang bermuara pada Tuhan dengan Rasul sebagai penunjuknya adalah kecendrungan fitrah dan kesadaran rasionalnya untuk meraih kebahagiaan, keabadian dan kesempurnaan.
Namun karena tidak mungkin mewujudkan keinginan-keinginan ideal tersebut di dalam kehidupan dunia yang bersifat temporal dan fana ini, sehingga melahirkan konsep tentang keniscayaan adanya hari akhirat yang sebelumnya dimulai dengan terjadinya kehancuran alam semesta secara besar-besaran (qiyamah) yang disebut juga dengan hari agama (yaum al-din) sebagai manifestasi dari keadilan Tuhan, meskipun dalam hal ini kebanyakan manusia tidak mengetahui kapan terjadinya hal itu karena ini adalah murni urusan Tuhan. Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi. Inilah kehidupan yang disebut dengan akhirat. Di sana tidak ada lagi kehidupan historis seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat yang dapat bergotong-royong serta saling tolong-menolong antar sesama yang kemudian menimbulkan ganjaran baik dosa maupun pahala karena kekuasaan pada saat itu adalah semata-mata milik Allah yang Maha Adil. Dan akhirat itulah kehidupan yang sebenar-benarnya dalam pandangan agama Islam.
Di samping itu, kehidupan akhirat merupakan refleksi perbuatan yang berlandaskan iman, ilmu, dan amal selama di dunia. Dengan kata lain, ganjaran yang berupa nikmat kebahagiaan atau siksaan di akhirat adalah kondisi objektif dari relasi manusia terhadap Tuhan dan alam.

Tidak ada komentar: